Jakarta - Kebanyakan orang di Indonesia mungkin menyangka provinsi Aceh hanya ditempati oleh satu suku saja, yakni suku Aceh. Padahal, ada banyak sekali suku asli di Aceh, termasuk Gayo. Gayo merupakan salah satu etnis yang mendiami Dataran Tinggi Gayo, tepatnya berada di wilayah tengah Provinsi Aceh. Suku yang tergolong dalam ras Proto Melayu Melayu Tua ini diperkirakan berasal dari India dan mulai datang ke Tanah Gayo sekitar tahun sebelum Masehi. Kopi Gayo Spesial Dijual dalam Edisi Terbatas Nespresso Master Origin Potret Menggemaskan Pangeran Kerajaan Bhutan di Momen Ultah ke-1 Mengintip Walk In Closet Andien, Ada Tempat untuk Baju Tak Lagi Terpakai Suku Gayo terdiri atas tiga kelompok, yakni masyarakat Gayo Lut yang mendiami daerah Aceh Tengah dan Bener Meriah. Kemudian, Gayo Lues yang mendiami daerah Gayo Lues dan Aceh Tenggara. Sementara, Gayo Serbajadi yang mendiami sebagian kecamatan di Aceh Tamiang dan Aceh Timur. Namun, hal-hal menarik tentang Gayo tak hanya itu. merangkum enam fakta di antaranya yang dikutip dari berbagai sumber, Jumat, 19 Maret 2021. 1. Asal-usul Nama Gayo Terdapat beberapa pendapat terkait asal-usul nama Gayo. Pertama, Gayo berasal dari bahasa Batak Karo yang artinya kepiting. Berawal pada zaman dahulu terdapat sekelompok pendatang suku Batak Karo ke Blangkejeren, untuk melintasi sebuah desa bernama Porang. Lantas, para pendatang ini melihat binatang kepiting dan berteriak "Gayo…Gayo…". Dari sinilah daerah tersebut dinamai Gayo. Kedua, dalam buku yang berjudul 'The Travel of Marcopolo' karya Marcopolo, yakni seorang pengembara bangsa Italia yang menyematkan kata drang-gayu yang artinya orang Gayu/Gayo. Ketiga, Gayo berasal dalam Bahasa Aceh, Ga berarti sudah dan Yo berarti lari/takut. Keempat, Gayo dari Bahasa Sanskerta, yang berarti gunung. Artinya masyarakat Gayo berasal dari daerah pegunungan. Kelima, dalam buku 'Bustanussalatin' karya Nuruddin Ar-Raniry, pada Masehi yang tertulis nama Gayo dengan huruf Arab. 2. Kopi Khas Gayo Siapa yang tak kenal dengan Kopi Gayo, Salah satu jenis kopi Arabika terbaik dari Nusantara. Kopi Gayo menjadi bagian komoditi ekspor unggulan dari daerah Aceh Tengah atau Gayo yang sudah mendunia. Terdapat dua perkebunan Kopi Gayo yang menghasilkan kualitas terbaik yakni Takengon, Aceh Tengah, dan Bener Meriah. Hamparan luas perkebunan kopi ini tumbuh di dataran seluas hektare dengan ketinggian kurang lebih 1200 meter. Kopi ini memiliki ciri khas yang gurih, kental, dan memiliki aroma bau khas dan juga harum. Cita rasa ini terbangun lengkap dengan sedikit rasa pahit. Jenis kopi ini hanya bisa disaingi oleh kopi yang berasal dari Jamaika dan Brasil. Sekitar 80 persen penghasilan mereka berasal dari kopi. Dapat dikatakan bahwa kopi sudah menjadi tulang punggung perekonomian di Gayo, Aceh Tengah. Saksikan Video Pilihan Berikut IniRatusan pelajar Aceh Tengah gelar pawai budaya dengan mengenakan busana unik bertema kopi di acara Gayo Alat Mountain International Festival GaMIFes 2018.Tersebardi Seluruh Dunia, Ini 7 Ciri Khas Arsitektur Islam (1) Ilustrasi. Foto: BBVA Openmind. ISLAM telah mewarnai seluruh aspek kehiupan. Bukan hanya dalam hal spiritual dan ritual ibadah, Islam juga menorehkan warna dan ciri yang unik pada kebudayaan dan peradaban. Salah satunya terlihat pada arsitektur bangunan. 1. D2. B3. C4. C5. B6. C7. B8. A9. D10. D11. C12. A13. A14. D15. B16. C17. A18. A19. C20. A21. C22. D23. C24. B25. A26. A27. D28. D29. A30. B31. B32. A33. A34. D35. B Soal Essay 1. Alat musik Pianika termasuk kategori alat musik........ 2. Ciri khas unik dari Sulaman Gayo........ 3. Jenis alat musik seperti biola dimainkan dengan cara........ 4. Kain poleng Bali memiliki fungsi untuk........ 5. Lagu yang berjudul Cening putri ayu berasal dari daerah....... 6. Nama alat musik Sampe berasal dari daerah........ 7. Pada motif hias meander memiliki bentuk........ 8. Sebuah gambar yang berfungsi untuk menerangkan teks atau cerita agar lebih mudah dipahami disebut gambar........ 9. Sebutkan 2 contoh jenis alat musik yang dimainkan dengan cara digoyang adalah........ 10. Suatu rangkaian nada-nada yang bergerak naik turun disebut........ Kunci Jawaban Soal Essay 1. Alat musik pianika termasuk kategori alat musik melodis dimainkan dengan cara ditiup. 2. Motif hiasnya yang khas, yaitu bentuk-bentuk geometris berupa garis, bidang, dan tanaman bersulur yang disusun secara teratur dan berulang-ulang. 3. Digesek. 4. Umumnya dipakai untuk tedung payung, umbul umbul, menghias pelinggih tugu, patung, juga kulkul kentongan. 5. Berasal dari Bali yang biasa dinyanyikan anak-anak. 6. Suku Dayak di Kalimantan Timur. 7. Ragam hias yang memiliki bentuk dasar huruf T. 8. Gambar Ilustrasi atau Gambar Cerita. 9. Angklung, Marakas 10. Melodi
Motifhiasan untuk sulaman aplikasi memiliki ciri- ciri yang telah ditentukan untuk memudahkan dalam pengerjaannya. Adapun ciri- ciri motif sulaman aplikasi yaitu: 55 a. Motif berukuran besar- besar b. Tidak berliku- liku c. Sudut- sudut tidak meruncing d. Jika motif tersebut lengkung, hendaknya lengkungan tidak terlalu curam 3 Tusuk Hias yang
Ciri-ciri khas Suku Gayo adalahSuku Gayo beragama Gayo menggunakan Bahasa Gayo masih menggunakan nama marga terutama di daerah Bebesen.Suku Gayo beretnik Karo dan Gayo hidup dalam komoniti kecil Kampong.Suku Gayo memiliki warna kulit Gayo memiliki rambut Gayo memiliki tubuh Suku Gayo Provinsi AcehSuku Gayo adalah adalah salah satu suku bangsa yang ada di Negara Indonesia yang mendiami daerah dataran tinggi Gayo di Provinsi Aceh bagian tengah, Aceh Tenggara, Aceh Tamiang, dan Aceh Timur. Suku Gayo rata-rata beragama Islam dan mereka dikenal sangat taat dalam agama, biasanya orang-orang menyebutnya Islam Sunni. Suku Gayo sering menggunakan Bahasa Gayo dalam percakapan sehari-hari mereka. Bahasa Gayo termasuk salah satu bagian dari rumpun bahasa Gayo hidup dalam komoniti kecil atau yang biasa disebut dengan kampong. Sebuah kampong biasanya dihuni oleh beberapa kelompok belah. Anggota belah merasa berasal dari satu nenek moyang, masih saling mengenal, dan mengembangkan hubungan tetap dalam berbagai upacara adat ataupun kegiatan keagamaan. Garis keturunan Suku Gayo ditarik berdasarkan prinsip patrilineal. Prinsip patrilineal yaitu suatu adat masyarakat disebuah daerah yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ayah Garis Keturunan AyahMakanan Khas Suku GayoPulut BekuahCecahMasam JaengGutelLepatPengatGegalohSeni Dan Tarian Suku GayoTari SiningTari Turun ku Aih AunenTari Resam BerumeDidongDidong NietTari SamanTari BinesTari GuelTari MunaluTuah KukurMelengkanDabusSemoga MembantuSalam PendidikanReferensi Belajar Bersama BrainlyPembahasan Kebudayaan suku yang ada di Indonesia dan asal Tari JAWABANMapel Ilmu Pengetahuan SosialKelas 4 SD/MIMateri Suku GayoKata Kunci Keanekaragaman Suku dan Budaya SetempatKode Kelas 4Kode Soal 10Bab 4Kode KategorisasiKeunikantari saman dari suku gayo lainnya berasal dari gerakannya. Karena hanya menampilkan gerak tepukan, gerak guncang, kirap, lingang, surang-saring dan lainnya. Keharmonisan gerak oleh penari adalah syarat dari tari ini. Di mana biasanya tempo gerakan semakin lama akan semakin cepat agar terlihat semakin menarik. 4. Penari
Source publication Edi EskakABSTRAK Industri batik mulai berkembang di Gayo, tetapi belum memiliki motif batik khas daerah. Oleh karena itu perlu diciptakan motif batik khas Gayo, dengan mengambil inspirasi dari ukiran yang terdapat pada rumah tradisional yang biasa disebut ukiran kerawang Gayo. Tujuan penciptaan seni ini adalah untuk menciptakan motif batik yang memiliki cir...... Kerawang Gayo telah dijadikan sumber ide dalam penciptaan karya tekstil seperti yang telah dilakukan Eskak 2016, menciptakan motif batik khas Gayo. Serlin 2020 memadukan motif kerawang Gayo dan parang rusak barong dalam membuat busana evening. ...Fira Zulia RohmawatiRatna SuhartiniKerawang Gayo dan Pinto Aceh adalah nama ragam hias yang berkembang di Aceh Tengah. Tujuan penelitian adalah mengetahui proses pembuatan dan hasil jadi penerapan ragam hias Aceh yaitu Kerawang Gayo dan Pinto Aceh pada busana pengantin muslimah yang bertema MUARA GAYO’. Terinspirasi dari cerita legenda yang berada di Aceh yaitu Legenda Laut Tawar Aceh, yang menceritakan tentang pengembara gagah yang mendapatkan ilham untuk menguji masyarakat setempat. Proses penerapan ragam hias Kerawang Gayo dan Pinto Aceh dimulai dengan pembuatan desain, setelah itu pengaplikasian motif Kerawang Gayo dan Pinto Aceh dengan menggunakan teknik bordir dan lekapan tali. Menggunakan kain organza dan kain duces untuk bahan utamanya. Siluet yang digunakan pada busana ini adalah siluet L yaitu bentuk busana duyung lebar pada bagian bawah, dan memiliki jubah yang sangat lebar. Penerapan bordir stilasi ragam hias Kerawang Gayo terdapat pada bagian muka dan pada bagian punggung jubah, pada bagian sisi bawah jubah menggunakan hiasan lekapan tali stilasi ragam hias Pinto Aceh. Kerawang Gayo and Pinto Aceh are the names of ornamental varieties that developed in Central Aceh. The purpose of the study was to find out the manufacturing process and the finished results of the application of Acehnese ornamental varieties, namely Kerawang Gayo and Pinto Aceh in the Muslim WomenWorkshop with the theme 'MUARA GAYO'. Inspired by the legendary story in Aceh, namely the Legend of Air Tawar Aceh, which tells about a dashing traveler who gets inspiration to test the local community. The process of applying the decorative variety Kerawang Gayo and Pinto Aceh begins with making a design, after that the application of Kerawang Gayo and Pinto Aceh motifs using the embroidery and rope fixtures. It uses organza fabric and duces fabric for its main material. The silhouette used in this outfit is the L silhouette, which is a wide mermaid shape at the bottom, and has a very wide robe. The application of embroidery distillation of various ornamental Kerawang Gayo is found on the face and on the back of the robe, on the lower side of the robe using the decoration of the distillation rope of decorative variety Pinto Aceh.... Salah satu sarana transfer nilai keteladanan tersebut adalah dengan media seni Salma et al, 2016. ...... Keindahan pada produk akan meningkatkan nilai tambah serta merupakan daya tarik terhadap minat konsumen untuk membeli produk gerabah batik tersebut. Kreativitas IKM dengan menciptakan motif-motif baru yang lebih indah dan berciri khas seni budaya suatu daerah akan menimbulkan minat pecinta batik untuk membelinya Salma dan Eskak, 2016. Dilihat dari aspek ekonomi harga produk gerabah batik layak untuk diterapkan di IKM sebagai pembuatan produk yang menguntungkan. ...Penerapan teknik batik untuk dekorasi pada gerabah, mempunyai kendala yaitu hasil pewarnaan kurang cerah dan daya rekat warna pada permukaan gerabah kurang kuat. Tujuan penelitian ini adalah melakukan optimasi bahan dan proses pembuatan gerabah batik untuk meningkatkan kecerahan dan daya rekat warnanya. Metode yang digunakan yaitu 1 Pemilihan gerabah, 2 Pembuatan desain motif, 3 Penyantingan/pembatikan, 4 Pewarnaan 5 Pelorodan/pembersihan lilin, 6 Finishing, dan 7 Pengujian ketahanan luntur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pewarna rapid dan naphthol menghasilkan warna yang lebih cerah. Peningkatan kecerahan warna ini dilakukan dengan langkah awal berupa pemilihan gerabah yang berwarna terang serta dilakukan pelapisan cat transparan. Pengujian dilakukan terhadap ketahanan luntur warna terhadap gosok dan cahaya tengah hari, dengan skor penilaian angka 1 – 5. Hasil pengujian ketahanan luntur warna terhadap gosokan kering dan basah memperoleh nilai 3-4 cukup baik. Ketahanan luntur warna terhadap cahaya terang hari memperoleh angka 4-5 baik. Kecerahan dan ketahanan luntur daya rekat kuat terhadap warna yang dilapisi cat transparan memperoleh nilai 5 sangat baik.... Kain batik dapat menjadi alternatif suvenir daerah yang khas, unik, mudah dikemas, mudah dibawa, ringan, dan memiliki nilai kenangan atau cenderamata, serta harganya relatif terjangkau. Keunggulan-keunggulan tersebut menjadikan batik sebagai komoditas suvenir yang mudah laku Salma dan Eskak, 2016. Demikian batik mempunyai potensi sebagai industri kreatif yang dapat mendukung sektor pariwisata di daerah. ... Irfa'ina Rohana SalmaSuryawati RistianiAnugrah Ariesahad WibowoPerkembangan IKM Batik Papua mengalami berbagai kendala, antara lain stagnasi pembuatan motif yang hanya berorientasi pada maskot daerah yaitu burung cederawasih. Oleh karena itu perlu dilakukan diversifikasi desain dengan mengambil ide alternatif dari budaya masyarakat Papua. Tujuan penelitian ini adalah untuk menciptakan desain motif batik yang inspirasinya diambil dari piranti tradisi masyarakat Papua. Piranti tradisi yaitu alat-alat tradisional yang biasa digunakan oleh masyarakat Papua ketika di rumah, saat bekerja, berperang suku, dan berkesenian. Metode yang digunakan yaitu pengumpulan data, pengkajian sumber inspirasi, pembuatan desain motif, dan perwujudan menjadi batik. Hasilnya berupa 6 motif batik yaitu 1 Motif Honai Besar, 2 Motif Honai Kecil, 3 Motif Tifa Besar, 4 Motif Tifa Kecil, 5 Motif Tambal Ukir Besar, dan 6 Motif Tambal Ukir Kecil. Hasil uji kesukaan terhadap motif kepada 50 responden menunjukkan bahwa motif yang paling disukai yaitu Motif Honai Kecil. Hasil selengkapnya Motif Honai Kecil 21 %, Motif Tifa Kecil 19 %, Motif Honai Besar 17 %, Motif Tambal Ukir Kecil 16 %, Motif Tambal Ukir Besar 15%, dan Motif Tifa Besar 12 %.Tamarind Tamarindus indica L., a type of tropical plant that grows in Indonesia has various benefits and has been widely studied by various disciplines. The study of Tamarind as a source of ideas for art creation, on the other hand, has not been widely carried out. The aims of this study are 1 To explain the process of creating Semarang batik motifs using the idea of Tamarind through the stylization of forms; 2 to analyze the shape of the Tamarind batik motif to strengthen the identity of Semarang’s local culture. This study uses a qualitative approach with phenomenological methods to examine phenomena related to the creation process and the uniqueness of locality-based batik motifs on batik artisans in Semarang City. The data collection techniques used were observation, in-depth interviews, and document studies. The data that has been collected was analyzed interactively through data reduction, presentation, and conclusions with the scope of analysis in intra-aesthetic and extra-aesthetic studies. The results showed that 1 Tamarind is a typical plant that is closely related to the toponym of the city of Semarang so it becomes a source of ideas for the creation of locality-based batik motifs through the stylization technique by Semarang batik artisans; 2 Visualization of the shape of the Tamarind batik motif that has been produced shows the diversity and uniqueness of the form as an aesthetic expression of the batik artisan in responding to the beauty of the natural and socio-cultural environment in Semarang City according to the level of knowledge and aesthetic experience. This research contributes to the batik artisan in exploring the diversity of local plant species as a source of ideas for creating environmentally-based batik motifs to strengthen the value of local cultural RosdianiIbrahim ChalidKerawang Gayo is the name for decorative motifs of traditional Gayo clothing that has been designated as an intangible cultural heritage through the Decree of the Minister of Education and Culture of the Republic of Indonesia Number 270/P/2014 concerning the Determination of Indonesian Intangible Cultural Heritage in 2014. This study uses an ethnographic approach by observing directly in the field to see the existence of openwork gayo in various crafts and the manufacturing process. Conducted interviews with artisans and openwork shop owners, especially the community in Bebesen Village, Bebesen District, Central Aceh Regency. Based on the research results, it is known that the existence of Kerawang Gayo is preserved by modifying the motifs, both on functional products of traditional clothing and other functional products by utilizing cultural values to attract buyers' interest. The Kerawang Gayo motif found on woven products is called Lintem, on wood, it is called chisel, on metal, it is called carving and on cloth, it is called embroidery. Before the 1980s, openwork gayo was still called Gayo Weaving. The various motifs found in Gayo weaving are called Bebunge Betabur clothes, Upuh Kio, Upuh Pawaq, Upuh Ketawaq, Kut clothes, Dede split clothes, Bunge shoots, and so on. Abstrak Kerawang Gayo adalah sebutan untuk ragam hias motif pakaian adat Gayo yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 270/P/2014 tentang Penetapan Warisan Budaya Tak Benda Indonesia. pada tahun 2014. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi dengan melakukan observasi langsung ke lapangan untuk melihat keberadaan Kerawang Gayo pada berbagai kerajinan dan proses pembuatannya. Melakukan wawancara dengan pengrajin dan pemilik toko kerawang khususnya masyarakat di Desa Bebesen Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa keberadaan Kerawang Gayo dilestarikan dengan melakukan modifikasi motif, baik pada produk fungsional pakaian adat maupun produk fungsional lainnya dengan memanfaatkan nilai-nilai budaya untuk menarik minat pembeli. Motif Kerawang Gayo yang terdapat pada produk tenun disebut Lintem, pada kayu disebut pahat, pada logam disebut ukiran dan pada kain disebut bordir. Sebelum tahun 1980-an, Kerawang Gayo masih disebut Tenun Gayo. Berbagai motif yang terdapat pada Tenun Gayo disebut Baju Bebunge Betabur, Upuh Kio, Upuh Pawaq, Upuh Ketawaq, Baju Kut, Baju Dede, Bunge Tunas, dan sebagainya. Denik Ristya RiniBatik fabric is a traditional cultural form from Indonesia, developed initially solely for as use of the King and his followers. In modern society, batik has spread more widely into everyday wear for Indonesian people. Batik motifs are made following the market needs and must constantly be updated to cater to changing fashions. Therefore, the author provides training to the younger generation in the digital construction of new batik patterns. The methods used in this training are presentation, tutorials, practicums and discussions. Keywords Batik Motif, Digital, PatternNoor SulistyobudiPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui motif, warna, serta makna batik Gringsing dan Ceplok Kembang Kates. Penelitian deskriptif kualitatif dan subjek penelitian karya seni batik di Bantul. Data yang diperoleh berupa gambar dan informasi melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil yang diperoleh, motif batik Gringsing Bantul berupa bulatan-bulatan kecil seperti sisik ikan yang saling bersinggungan. Warna asli batik Gringsing sogan, tetapi sekarang menggunakan warna-warna lain seperti merah, biru, hijau, atau sesuai permintaan konsumen. Makna simbolik dari motif Gringsing adalah doa atau harapan agar terhindar dari pengaruh buruk dan kehampaan. Motif batik Ceplok Kembang Kates menggunakan ide dasar tanaman kates, motif utama biji dan bunga, dan motif tambahan putik, isen-isen cecek dan sawut. Warna yang diterapkan merah, hijau, dan biru. Makna simbolik Ceplok Kembang Kates sebagai simbol semangat mempertahankan bangsa, negara, dan kesejahteraan Batik di Bima, Nusa Tenggara Barat mulai berkembang, tetapi belum memiliki motif khas daerah. Oleh karena itu perlu diciptakan motif batik yang memiliki ciri khas daerah Bima. Tujuan penelitian penciptaan seni ini adalah untuk menghasilkan kreasi baru motif batik yang sumber inspirasinya diambil dari seni budaya daerah setempat, sehingga dapat menghasilkan motif batik berciri khas daerah Bima. Metode yang digunakan yaitu pengamatan mendalam, pengumpulan data, pengkajian sumber inspirasi, pembuatan desain motif, dan perwujudan menjadi kain batik. Hasilnya berupa satu desain motif yaitu Batik Uma Lengge BUL, namun dibuat menjadi tujuh kain batik dengan warna dasar yang berbeda-beda. Adapun tujuh kain batik tersebut adalah 1 BUL Me’e/hitam 2 BUL Bura/putih, 3 BUL Jao/hijau, 4 BUL Kala/merah, 5 BUL Monca/kuning, 6 BUL Owa/ungu, dan 7 BUL Biru/biru. Uji peminatan konsumen dilakukan terhadap jenis warna yang disukai. Adapun warna yang paling banyak dipilih adalah hitam 27%, merah 19%, ungu 15%, biru 12%, hijau 11%, kuning 9%, dan putih 7%. Hasil uji ini dapat dijadikan acuan dalam memberi warna pada batik, berdasarkan kecenderungan selera konsumen. . 73 436 151 134 461 91 218 168